Jiwa CuanPengamat media sosial sekaligus Pendiri Drone Emprit, Ismail Fahmi menilai kalau teknologi metaverse yang ramai dibicarakan belakangan ini belum terlalu urgen untuk diterapkan di Indonesia.


"Saya sebenarnya di pihak yang kontra metaverse. Enggak usah lah itu," kata Ismail.

Menurut Ismail, metaverse memerlukan akses yang cukup merepotkan. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi seperti memiliki headset virtual reality (VR) hingga internet berkecepatan tinggi.

"Akses ke metaverse itu repot, harus pakai VR, atau ada juga yang namanya augmented reality (AR). Perlu bandwidth besar. Yang ditampilkan di metaverse juga kan tidak asli, tapi virtual," paparnya.

Kekurangan lainnya dari metaverse, lanjut Ismail, adalah efeknya yang membuat mata lelah. Selama menggunakan metaverse, ia mengaku hanya bisa bertahan selama dua jam.


"Awalnya malah saya cuma bisa 15 menit menggunakan itu. Kemudian latihan terus, durasinya jadi lebih lama. Orang enggak akan mau pakai headset itu lama-lama karena efeknya ke mata," terang Ismail.

Ismail juga menilai kalau headset VR untuk metaverse, seperti Oculus Quest 2 yang dibuat Facebook, terbilang cukup mahal. Untuk mendapatkannya, konsumen mesti merogoh kocek sekitar Rp 5-6 jutaan.



Ia menyarankan kalau Indonesia lebih baik fokus di hal lebih esensial seperti perlindungan data pribadi, layanan publik berbasis digital, hingga perbanyak jangkauan internet.

"Jadi Indonesia fokus saja di perlindungan data pribadi, pembuatan KTP atau SIM Online, kemudian menjaga data-data masyarakat. Tapi kalau mau memakai metaverse untuk promosi wisata, ya bisa, silakan saja," tuturnya.